- PENDAHULUAN
A. Latar belakang Penyakit Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit yang mudah menular dimana dalam tahun-tahun terakhir memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun jumlah angka kematian yang disebabkan oleh TBC. Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC, karena di sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali. Hal ini disebabkan banyaknya penderita TBC yang tidak berhasil disembuhkan. WHO melaporkan adanya 3 juta orang mati akibat TBC tiap tahun dan diperkirakan 5000 orang tiap harinya. Tiap tahun ada 9 juta penderita TBC baru dan 75% kasus kematian dan kesakitan di masyarakat diderita oleh orang-orang pada umur produktif dari 15 sampai 54 tahun. Dinegara-negara miskin kematian TBC merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Daerah Asia Tenggara menanggung bagian yang terberat dari beban TBC global yakni sekitar 38% dari kasus TBC dunia. Dengan munculnya HIV/AIDS di dunia, diperkirakan penderita TBC akan meningkat. Di Indonesia hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1995 menunjukan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok umur, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi. WHO 1999 memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru dengan kematian sekitar 140.000. Penyakit TBC tidak hanya merupakan persoalan individu tapi sudah merupakan persoalan masyarakat. Kesakitan dan kematian akibat TBC mempunyai konsekuensi yang signifikan terhadap permasalahan ekonomi baik individu, keluarga, masyarakat, perusahaan dan negara. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan melalui Program TBC Nasional, telah bekerjasama dengan Rumah Sakit (RS), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Dokter praktek pribadi, organisasi keagamaan dan ingin meningkatkan kerjasama dengan kelompok masyarakat pekerja dan pengusaha. Peningkatan perhatian dari pengusaha terhadap penyakit TBC di sektor dunia usaha sangat diperlukan. Guna mensukseskan aktivitas pengawasan TBC, pengobatan yang teratur sampai terjadi eliminasi TBC di tempat keja. Setiap tempat kerja mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit TBC pada pekerjanya terutama pada blue collars (karena pendidikan rendah, higiene sanitasi perumahan pekerja, lingkungan sosial pekerja, higiene perusahaan). Pengusaha diharapkan ber partisipasi aktif terhadap penanggulangan TBC di tempat bekerja pada saat seleksi pekerja, higiene sanitasi di perusahaan, gotong royong perbaikan perumahan pekerja bekerjasama dengan puskesmas setempat. Pengawasan TBC ditempat bekerja memberikan keuntungan yang nyata kepada perusahaan dan masyarakat. Pekerja yang menderita TBC selain akan menularkan ke teman sekerjanya juga akan mengakibatkan menurunnya produktifitas kerja, sehingga akan mengakibatkan hasil kerja menurun dan pada akhirnya mengakibatkan kerugian bagi perusahaan tempat penderita bekerja. Penemuan penderita baru dan pengobatan dini akan memberikan keuntungan bagi penderita, perusahaan dan program pemberantasan TBC Nasional. Untuk menanggulangi masalah TBC di Indonesia, strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shourtcourse chemotherapy) yang direkomendasikan oleh WHO merupakan pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Pelaksanaan DOTS di klinik perusahaan merupakan peran aktif dan kemitraan yang baik dari pengusaha dan masyarakat pekerja untuk meningkatkan penanggulangan TBC di tempat kerja. - Dasar kebijakan program penanggulangan TBC di tempat kerja
- Undang-undang no.23 tahun 1992, pasal 23 tentang Kesehatan Kerja
- Kebijakan teknis program kesehatan kerja
- Evaluasi program TBC yang dilaksanakan bersama oleh Indonesia dan WHO pada April 1994 (Indonesia �WHO joint evaluation on National TB Program)
- Lokakarya Nasional Program P2TB pada September 1994
- Dokumen Perencanaan (Plan of action) pada bulan September 1994
- Rekomendasi "Komite Nasional Penanggulangan Tuberkulosis" 24 Maret 1999
II. VISI & MISI A. Visi Tuberkulosis tidak lagi menjadi masalah kesehatan di tempat kerja B. Misi - Menetapkan kebijakan, memberikan panduan serta membuat evaluasi secara tepat, benar dan lengkap
- Menciptakan iklim kemitraan dan transparansi pada upaya penanggulangan penyakit TBC di tempat kerja.
- Mempermudah akses pelayanan penderita TBC untuk mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar mutu
III. TUJUAN A. Umum Menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit TBC pada pekerja untuk mencapai peningkatan kemampuan hidup sehat agar tercapai produktivitas yang optimal. B. Khusus - Tercapainya angka kesembuhan minimal 85% dari semua penderita baru BTA positip yang ditemukan ditempat kerja.
- Tercapainya cakupan penemuan penderita baru secara bertahap sehingga pada tahun 2005 dapat mencapai 70% dari perkiraan semua penderita baru BTA positip.
- Tercapainya pelayanan kesehatan yang paripurna, terjangkau, adil & merata mencakup 80%
IV. KERANGKA PENGENDALIAN TBC DI TEMPAT KERJA Komponen kunci suatu kerangka pengendalian TBC di tempat kerja yang menyertakan mitra adalah sebagai berikut: - Adanya kebijakan yang berdasarkan suatu komitmen yang disepakati
Dalam mengembangkan kebijakan secara tertulis melalui interaksi dan koordinasi dengan pengambil keputusan dalam forum tripartite. Dalam menghadapai penanggulangan TBC di tempat kerja dibentuk suatu forum untuk mengembangkan mekanisme, menterjemahkan kebijakan dalam perencanaan nasional, propinsi, kabupaten. Kebijakan tersebut mencakup adanya komitmen dari para pengambil keputusan terhadap program penanggulangan TBC sebagai bagian dari aktivitas kesehatan di tempat kerja. Komitmen tersebut mendorong adanya mobilisasi dan alokasi dana untuk pelaksanaan intervensi yang direncanakan. - Adanya suatu strategi komunikasi
Strategi komunikasi ada beberapa kegiatan : - Advokasi kepada pengusaha, organisasi pekerja
- Mengefektifkan pelaksanaan penanggulangan TBC termasuk penanggulangan TBC di tempat kerja
- Menggerakan peran sektor-sektor terkait & kemitraan
- Adanya suatu strategi untuk implementasi
Sebagai dasar dari strategi implementasi meliputi : - Pelatihan tenaga kesehatan.
- Penemuan kasus, termasuk identifikasi suspek TBC dan rujukan pemeriksaan sputum secara mikroskopis.
- Penanganan kasus, membutuhkan dorongan bagi pasien TBC agar taat pada pengobatan yang diberikan. (pengawasan langsung pemberian obat di tempat kerja/PMO).
V. KEBIJAKAN Kebijakan dalam penanggulangan TBC di tempat kerja mengacu pada kebijakan nasional A. Kebijakan operasional penanggulangan TBC nasional : - Penanggulangan TBC di Indonesia dilaksanakan dengan desentralisasi sesuai dengan kebijaksanaan Departemen Kesehatan
- Penanggulangan TBC dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan, meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, BP4 serta Praktek Dokter Swasta, poliklinik umum, poliklinik perusahaan dengan melibatkan peran serta masyarakat secara paripurna dan terpadu.
- Peningkatan mutu pelayanan, penggunaan obat yang rasional dan kombinasi obat yang sesuai dengan strategi DOTS.
- Target program adalah konversi pada akhir pengobatan tahap intensif minimal 80%, angka kesembuhan minimal 85% dari kasus baru BTA posistip, dengan pemeriksaan sediaan dahak yang benar (angka kesalahan maksimal 5%).
- Pemeriksaan uji silang (cross check) secara rutin oleh balai Laboratorium Kesehatan (BLK) dan laboratorium rujukan yang ditunjuk Untuk mendapatkan pemeriksaan dahak yang bermutu.
- Penangulangan TBC Nasional diberikan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kepada penderita secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya.
- Pengembangan sistem pemantauan, supervisi dan evaluasi program untuk mempertahankan kualitas pelaksanaan program
- Menggalang kerjasama dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah dan swasta.
B. Kebijakan penanggulangan TBC di tempat kerja : - Meningkatkan advokasi sosialisasi Program Pemberantasan TBC di tempat kerja pada seluruh pimpinan perusahaan.
- Meningkatkan pengendalian sistem kerja & perilaku hidup sehat pekerja di tempat kerja.
- Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yg profesional di setiap unit pelayanan kesehatan di tempat kerja.
- Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penangulangan TBC diberikan kepada penderita secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya khususnya untuk pekerja di sektor informal/ industri kecil, sedangkan untuk sektor formal/ industri besar OAT disediakan oleh pengusaha.
VI. STRATEGI Strategi Penanggulangan TBC di tempat kerja sesuai dengan Strategi Nasional - Paradigma Sehat
- Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan penderita TB sedini mungkin, serta meningkatkan cakupan
- Promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat
- Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi, pada kondisi tertentu
- Strategi DOTS, sesuai rekomendasi WHO
- Komitmen politis dari para pengambil keputusan (tripartite), termasuk dukungan dana.
- Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik
- Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
- Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
- Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC
- Peningkatan mutu pelayanan
- Pelatihan seluruh tenaga pelaksana
- Mengembangkan materi pendidikan kesehatan tentang pengendalian TBC mengunakan media yang cocok untuk tempat kerja
- Ketepatan diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik
- Kualitas laboratorium diawasi melalui pemeriksaan uji silang (cross check)
- Untuk menjaga kualitas pemeriksaan laboratorium, dibentuk KPP (Kelompok Puskesmas Pelaksana) terdiri dari 1 (satu) PRM (Puskesmas Rujukan Mikroskopik) dan beberapa PS (Puskesmas Satelit). Untuk daerah dengan geografis sulit dapat dibentuk PPM (Puskesmas Pelaksana mandiri).
- Ketersediaan OAT bagi semua penderita TBC yang ditemukan
- Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara berkala dan terus menerus.
- Keteraturan menelan obat sehari-hari diawasi oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
- Pencatatan pelaporan dilaksanakan dengan teratur lengkap dan benar.
- Pengembangan program dilakukan secara bertahap
- Advokasi sosialisasi kepada para pimpinan perusahaan , organisasi pekerja mengenai dasar pemikiran dan kebutuhan untuk TBC kontrol yang efektif, mencakup kontribusinya dalam pengendalian TBC di tempat kerja.
- Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program meliputi : perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta mengupayakan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).
- Membuat peta TBC sehingga ada daerah-daerah yang perlu di monitor penanggulangan bagi para pekerja.
- Memperhatikan komitmen internasional.
VII. KEGIATAN Kegiatan penanggulangan TBC di tempat kesja meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya Promotif Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat kerja melalui - pendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di tempat kerja - penyuluhan
- penyebarluasan informasi
- Peningkatan kebugaran jasmani
- Peningkatan kepuasan kerja
- Peningkatan gizi kerja
Upaya preventif Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakit TBC. Pencegahan Primer Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakit pada populasi yang sehat. - Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control)
- Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja.
- Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja
- Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
- Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan
- Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control)
- Pesyaratan penerimaan tenaga kerja
- Pencatatan pelaporan
- Monitoring dan evaluasi
c. Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain : - Sistem ventilasi yang baik
- Pengendalian lingkungan keja
d. Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain - Pendidikan kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan lingkungan, cara minum obat dll.
- Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin test)
- Peningkatan gizi pekerja
- Penelitian kesehatan
Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder adalan upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini mungkin mencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit. - Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada pengobatan yang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang "Pengawas Obat" atau juru TBC
- Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat kerja
- Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai dan rujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala.
- Membuat "Peta TBC", sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perlu prioritas penanggulangan TBC bagi pekerja
Upaya kuratif dan rehabilitatif Adalah upaya pengobatan penyakit TBC yang bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis yang tepat selama 6-8 bulan dengan menggunakan OAT standar yang direkomendasikan oleh WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease). Pelaksanaan minum obat & kemajuan hasil pengobatan harus dipantau. VIII. PENUTUP - Agar terlaksananya program penanggulangan TBC ditempat kerja perlu adanya komitmen dari pimpinan perusahaan / tempat kerja dan kerjasama dengan semua pihak terkait untuk melaksanakan Program Penanggulangan TBC didukung dengan ketersediaan dana, sarana dan tenaga yang professional.
- Keberhasilan pengobatan TBC tergantung dari kepatuhan penderita untuk minum OAT yang teratur. Dalam hal ini, PMO di tempat kerja akan sangat membantu kesuksesan Penanggulangan TBC di tempat kerja.
DAFTAR KEPUSTAKAAN - DEPKES RI, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta 2002
- WHO, TB Control in the Workplace, Report of an Intercountry Consultan, New Delhi 2004
- Kebijakan Teknis Program Kesehatan Kerja, Jakarta 2003
- Sistem Informasi Manajemen Kesehatan Kerja, Jakarta 2003
|
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusYth UPTD
BalasHapusdi tempat saya bekerja , ada teman saya yang menderita batuk sudah lebih dari 1 bulan.
saya bingung, apakah menegurnya langsung agar mau memeriksakan diri ke dokter atau melapor ke HRD, dengan pertimbangan tidak mau menyinggung perasaanya.
bagaimana ya caranya yang paling efektif ?
terima kasih