DIKUTIP DARI: www.ina.go.id |
| |
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat akan dilanjutkan tahun 2009 ini karena terbukti meningkatkan akses rakyat miskin terhadap layanan kesehatan gratis. Program itu nantinya terintegrasi atau menjadi bagian dari sistem jaminan sosial nasional yang bertujuan memberi perlindungan sosial dan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. ”Kami akan terus melanjutkan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Tentunya konsep Jamkesmas ini akan terus disempurnakan agar lebih efektif, efisien, transparan dan bisa dipertanggungjawabkan,” kata Kepala Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Chalik Masalili, Sabtu (3/1) di Jakarta. ika sistem jaminan sosial nasional (SJSN) efektif diterapkan di Indonesia, program Jamkesmas akan disesuaikan dengan sistem itu. Salah satunya, pengaturan proporsi iuran pemerintah pusat dan daerah untuk pembiayaan pemeliharaan kesehatan rakyat miskin.Program Jamkesmas pengganti Asuransi Kesehatan untuk Keluarga Miskin (Askeskin) mulai dilaksanakan tahun 2008 yang mencakup 72 juta jiwa dari kuota 76,4 juta jiwa. ”Yang masih kesulitan didata adalah gelandangan dan orang telantar,” kata Chalik Masalili. Sementara itu, jumlah tagihan Jamkesmas tahun 2008 sekitar Rp 2,5 triliun. ”Jadi, tidak melebihi alokasi anggaran berjumlah Rp 3,6 triliun untuk rumah sakit dan Rp 1 triliun untuk puskesmas sehingga sebagian dana bisa digunakan membayar utang Askeskin tahun 2007 yang berjumlah Rp 1,3 triliun,” ujarnya.Chalik Masalili menambahkan, pihaknya akan mengoptimalkan kualitas pelayanan kesehatan dalam program Jamkesmas, termasuk ketersediaan alat kesehatan habis pakai dan obat-obatan di pasaran.Untuk itu, pihaknya berencana meningkatkan kerja sama dengan badan usaha milik negara bidang farmasi. Tidak sejalan Sejauh ini program Jamkesmas dinilai belum memerhatikan aspek promosi kesehatan. Menurut Kepala Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Prof Laksono Trisnantoro, tanpa promosi kesehatan, dikhawatirkan rakyat miskin tidak berperilaku sehat, seperti merokok yang akhirnya rentan sakit berat pada Masa depan.Program itu juga belum sejalan dengan upaya pengendalian pertumbuhan jumlah penduduk. ”Kami mengusulkan agar ada pembatasan jumlah anak yang ditanggung, terutama biaya persalinan, tetapi belum ada tanggapan,” kata Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Sugiri Syarief. (Evy) Jakarta, Kompas |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar